METODE PENELITIAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Memasuki kerjasama ekonomi
Negara-negara Asia Tenggara melalui Kawasan Perdagangan Bebas Asean (Asean Free
Trade Area/AFTA) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan
menimbulkan persaingan ketat baik barang jadi/komoditas maupun jasa. Ini berarti
Indonesia harus meningkatkan daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa.
Peningkatan daya saing ini dimulai dari penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM)
berkualitas dan sarana dan prasarana yang memadai. Mengenai kerja sama antar negara maka
diperlukan suatu penghubung yang bisa memuluskan perdangan negara terebut. Maka
pelabuhan sangat vital dalam hal ini, apa lagi pelabuhan yang berfungsi sebagai
aliran masuk keluarnya barang ekspor dan impor.
Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting
dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen
usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Hal ini
membawa konsekuensi terhadap pengelolaan segmen usaha pelabuhan tersebut agar
pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional
sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang
terjangkau. Pada dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah
pelayanan terhadap kapal dan pelayanan terhadap muatan ( barang dan penumpang
). Secara teoritis, sebagai bagian dari mata rantai transportasi laut, fungsi
pelabuhan adalah tempat pertemuan ( interface ) dua moda angkutan atau lebih
serta interface berbagai kepentingan yang saling terkait. Barang yang diangkut
dengan kapal akan dibongkar dan dipindahkan ke moda lain seperti moda darat (
truk atau kereta api). Sebaliknya barang yang diangkut dengan truk atau kereta
api ke pelabuhan bongkar akan dimuat lagi ke kapal.
Oleh sebab itu berbagai kepentingan saling bertemu di
pelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi,
karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah dapat
dikatakan bahwa pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur transportasi, dapat
membangkitkan kegiatan perekonomian suatu wilayah karena merupakan bagian dari
mata rantai dari sistem transportasi maupun logistik.
Namun jika kita melihat kenyatan yang ada, harus kita
akui bahwa memang pelabuhan – pelabuhan yang ada di Indonesia masih belum
dikelola dengan baik. Sebagaimana yang kita telah ketahui bersama, dua pertiga
wilayah Indonesia berupa perairan. Ribuan pulau berjajar dari Sabang sampai
Merauke. Posisi negeri ini sangat strategis karena berada di persilangan rute
perdagangan dunia. Ironisnya, Indonesia tak mampu memanfaatkan peluang emas
itu.
Sebagai negara kepulauan, peranan pelabuhan sangat
vital dalam perekonomian Indonesia. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan
besar dalam menunjang mobilitas barang dan manusia di negeri ini. Pelabuhan
menjadi sarana paling penting untuk menghubungkan antarpulau maupun
antarnegara. Namun, ironisnya, kondisi pelabuhan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Hampir semua pelabuhan yang ada di Indonesia saat ini sudah
ketinggalan zaman.
Dari 134 negara, menurut Global Competitiveness Report
2009-2010, daya saing pelabuhan di Indonesia berada di peringkat ke-95, sedikit
meningkat dari posisi 2008 yang berada di urutan ke-104. Namun, posisi
Indonesia itu kalah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kelemahan pelabuhan
di Indonesia terletak pada kualitas infrastruktur dan suprastruktur.
Indonesia juga kalah dalam produktivitas bongkar muat,
kondisi kongesti yang parah, dan pengurusan dokumen kepabeanan yang lama.
Global Competitiveness Report 2010-2011 menyebutkan, kualitas pelabuhan di
Indonesia hanya bernilai 3,6, jauh di bawah Singapura yang nilainya 6,8 dan
Malaysia 5,6.
Para pengusaha pun sudah lama mengeluhkan buruknya
fasilitas kepelabuhanan di Indonesia. Untuk bersandar dan bongkar muat, sebuah
kapal harus antre berhari-hari menunggu giliran.
Seringkali, waktu tunggu untuk berlabuh jauh lebih
lama ketimbang waktu untuk berlayar. Melihat buruknya kondisi pelabuhan itu,
tak heran bila investor enggan berinvestasi di bidang perkapalan. Akibatnya,
distribusi barang antarpulau pun tersendat.
Pemerintah kabupaten karimun harus mengambil langkah
yang tepat untuk memperbaiki masalah yang serius ini. Sebab dari tahun ke tahun
belum ada perbaikan yang signifikan terhadap pengelolaan pelabuhan yang berada
di depan kantor bupati karimun.
Oleh karena itu, melalui penelitian kami ini, kami
ingin mengidentifikasi cara – cara yang sekiranya, meskipun kurang signifikan,
dapat membantu menyelesaikan masalah pengelolaan pelabuhan ini. Kami yakin jika
pelabuhan dapat dikelola dengan baik, pemasukan devisa bagi Indonesia khususnya
kabupaten karimun akan mengalami pertumbuhan kearah yang lebih baik pula.
1.2 Identifikasi Masalah
Program Studi Manajemen Kepelabuhanan dan Pelayaran
adalah suatu prodi yang ada di fakultas Perikanan dan Kelautan di kampus
Universitas Karimun. merupakan kebijakan pendidikan perguruan tinggi yang
dimulai pada saar Dr. Nursin basirun, Sos, Msi sebagai rektor Universitas
Karimun tahun 2008. Sebagai prodi yang baru berkembang, belum banyak referensi
atau laporan hasil evaluasi yang telah mencoba untuk melihat efektifitas prodi
tersebut. Oleh karena itu agar penelitian ini tidak mengalami perbedaan yang
luas, maka perlu untuk diidentifikasi dan dibatasi. Batasan-batasan konseptual
mencakup pada persoalan esensial yang berhubungan langsung dengan
penyelenggaraan badan usaha pelabuhan bongkar muat barang meliputi: masukan
(anttecedents),proses (transactions)dan hasil (outcomes/output). Kemudian
batasan objek penelitian ini dilaksanakan pada sebuah pelabuhan bongkar muat
barang, yaitu di pelabuhan bongkar muat di kecamatan karimun kabupaten tanjung
balai karimun yang merupakan salah satu pelabuhan bongkar muat barang di
karimun hingga sampai sekarang.
1.3 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang dan pembatasan masalah,
maka masalah penelitian ini menitik beratkan pada evaluasi pelaksanaan program
yaitu bagaimanakah efektivitas pelaksanaan bongkar muat barang dengan keadaan
yang tidak mendukung seperti sempitnya area parkiran, kecilnya dermaga, tempat
parkir kapal yang masih kurang panjang dan lain-lain.
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.Bagaimanakah pengelolaan pelabuhan sehingga banyak
menimbulkan masalah?
2. Bagaimana bentuk perekonomian karimun dengan adanya
pelabuhan bongkar muat barang yang seharusnya bisa di optimalkan dengan baik.
3. Bagaimana dampak jika tidak ditindaklanjuti dengan
permasalahan di pelabuhan bongkar muat barang tanjung balai karimun serta jika
di tindaklanjuti.
1.4 Tujuan Evaluasi
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
efektivitas dalam proses kegiatan pelaksanaan bongkar muat barang yang pada
prinsipnya menuju pada perbaikan dan penyempurnaan kedepannya guna memperbaiki
ekonomi karimun yang lebih maju. Sebagai penelitian evaluatif juga ingin
diketahui komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi efektivitas dalam proses
pelaksaan bongkar muat barang. Secara operasional penelitian evaluasi pada
setiap komponen masukan (antecedents), proses (transactions) dan hasil
(outcomes) bertujuan yaitu:
1. Megetahui permasalahan dalam pelabuhan bongkar muat
barang tanjung balai karimun.
2. Mengetahui efektivitas dalam proses kegiatan
bongkar muat barang di pelabuhan bongkar muat barang tanjung balai karimun.
3. Mengetahui dampak setelah adanya perubahan maupun
sebelum adanya tindakan perbaikan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
pendidikan manajemen kepelabuhanan dan pelayaran baik secara teoretis maupun
praktis;
1. Teoretis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk
memperjelas konsepsi tentang mengelola pelabuhan bongkar muat barang.
2. Praktis, dapat dipergunakan informasi sebagai salah
satu bahan kepada pihak pengambil keputusan dalam menyelenggarakan usaha
pelabuhan, yaitu;
(a) Pelayaran Indonesia (pelindo)
(b) Badan Usaha Pelabuhan (BUP)
(b) Badan Usaha Pelabuhan (BUP)
BAB II
Tinjauan Pustaka, Kerangka Pikir, dan
Pertanyaan Evaluasi
2.1 Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Evaluasi
Berbagai macam evaluasi yang dikenal dalam bidang
kajian ilmu. Salah satunya adalah evaluasi program yang banyak digunakan dalam
kajian kependidikan. Evaluasi program mengalami perkembangan yang berarti sejak
Ralph Tyler, Scriven, John B. Owen, Lee Cronbach, Daniel Stufflebeam, Marvin
Alkin, Malcolm Provus, R. Brinkerhoff dan lainnya. Banyaknya kajian evaluasi
program yang membawa implikasi semakin banyaknya model evaluasi yang berbeda
cara dan penyajiannya, namun jika ditelusuri semua model bermuara kepada satu
tujuan yang sama yaitu menyediakan informasi dalam kerangka “decision” atau
keputusan bagi pengambil kebijakan. Terdapat beberapa definisi tentang evaluasi
yang dikemukan oleh pakar, diantaranya: (Kufman and Thomas, 1980:4) menyatakan
bahwa evaluasi adalah proses yang digunakan untuk menilai. Hal senada dikemukakan
oleh (Djaali, Mulyono dan Ramly, 2000:3) mendefinisikan evaluasi dapat
diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau standar
objektif yang dievaluasi. Selanjutnya (Sanders, 1994:3) sebagai ketua The Joint
Committee on Standars for Educational Evaluation mendefinisikan evaluasi
sebagai kegiatan investigasi yang sistimatis tentang kebenaran atau
keberhasilan suatu tujuan. Evaluasi program menurut Joint Commiteyang dikutip
oleh (Brinkerhof, 1986:xv) adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang
sesuatu yang berharga dan bernilai dari suatu obyek. Pendapat lain (Denzin and
Lincoln, 2000:983) mengatakan bahwa evaluasi program berorientasi sekitar
perhatian dari penentu kebijakan dari penyandang dana secara karakteristik
memasukkan pertanyaan penyebab tentang tingkat terhadap mana programtelah
mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya menurut (McNamara, 2008:3)
mengatakan evaluasi program mengumpulkan informasi tentang suatu program atau
beberapa aspek dari suatu program guna membuat keputusan penting tentang program
tersebut. Keputusan-keputusan yang diambil dijadikan sebagai
indikator-indikator penilaian kinerja atau assessment performance pada setiap
tahapan evaluasi dalam tiga kategori yaitu rendah, moderat dan tinggi (Issac
and Michael, 1982:22). Berangkat dari pengertian di atas maka evaluasi program
merupakan suatu proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian
tujuan sedangkan secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah
dicapai dari program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan standar
yang telah ditetapkan. Dalam konteks pelaksanan program, kriteria yang dimaksud
adalah kriteria keberhasilan pelaksanaandan hal yang dinilai adalah hasil atau
prosesnya itusendiri dalam rangka pengambilan keputusan. Evaluasi dapat
digunakan untuk memeriksa tingka tkeberhasilan program berkaitan dengan
lingkungan program dengan suatu “judgement” apakah program diteruskan, ditunda,
ditingkatkan, dikembangkan, diterima atau ditolak.
2. Model Riset Evaluasi
Model evaluasi yang digunakan adalah Stake’s
Countenance Model, Center for Instructional Research and Curriculum
EvaluationUniversity of Illinois. Model Stake’ssama dengan model CIPP dan
CSE-UCLA (Center for Study of Evaluation at the University of California at
LosAngeles) dimana ketiganya cendrung komprehensip dan mulai dari proses
evaluasi selama tahap perencanaan dari pengembangan program (Kaufman and Susan,
1980:123). Stake mengidentifikasi 3 (tiga) tahap dari evaluasi program perencanaan
pelabuhan bongkar muat barang dan faktor yang mempengaruhinya yaitu:
a. Antecedents phase; sebelum program
diimplementasikan: Kondisi/ kejadian apa yang ada sebelum implementasi program?
Apakah kondisi/kejadian ini akan mempengaruhi program?
b. Transactions phase; pelaksanaan program: Apakah
yang sebenarnya terjadi selama program dilaksanakan? Apakah program yang sedang
dilaksanakan itu sesuai dengan rencana program?
c. Outcomes phase, mengetahui akibat emplementasi pada
akhir program. Apakah program itu dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan?
Apakah klien menunjukkan perilaku pada level yang tinggi dibanding dengan pada
saat mereka berada sebelum program dilaksanakan? (Kaufman,1982:123).
Setiap
tahapan tersebut dibagi menjadi dua bagian aitudescription (deskripsi) dan
judgment (penilian) Model Stake akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan
program secara mendalam dan mendetail. Oleh karena itu persepsi orang-orang
yang terlibat dalam sistem pendidikan seperti perilaku direktur pelindo/BUP,
peran direktur, peran intansi, perilaku porter dan situasi proses bongkar muat
barang di pelabuhan dan pelatihan kerja di instansi terkair adalah kenyataan
yang harus diperhatikan.
3. Pengangkutan
Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang
dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait
unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut :
1.Ada sesuatu yang diangkut.
2. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
Di dalam lalul intas arus perpindahan barang,
pengangkutan barang melalui laut menjadi alternatif yang paling di minati oleh
masyarakat, hal ini di karenakan unsur biaya yang relatif murah disamping
angkutan melalui laut sanggup mengangkut barang-barang dalam berat dan volume
yang banyak. Pengertian pengangkutan laut menurut Pasal 466 dan Pasal 521 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) adalah : Pasal 466 KUHD :
14 Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, Djohari Santoso, Pengantar
Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Gama Media, Yogyakarta, 2001, hal 195 15 Ibid.
2
Pengangkutan adalah barang siapa yang baik dalam
persetujuan charter menurut waktu atau charter menurut perjalanan, baik dengan
persetujuan lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan yang
seluruhnya atau sebagian melalui lautan. Pasal 521 KUHD : Pengangkutan dalam
arti bab ini adalah barang siapa yang baik dengan charter menurut waktu atau
charter menurut perjalanan, baik dengan persetujuan lain, mingikatkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan angkutan orang (penumpang), seluruhnya atau
sebagian melalui lautan. Menurut Hamdani yang dimaksud angkutan muatan laut
adalah suatu usaha pelayaran yang bergerak dalam bidang jasa angkutan muatan
laut dan karenanya merupakan bidang usaha yang luas bidang kegiatanya dan
memegang peranan penting dalam usaha memajukan perdagangan dalam dan luar
negeri.
Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan
penumpang atau barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan
(debarkasi) sebagai tempat penurunan pemumpang atau pembongkaran barang muatan.
4. Proses kegiatan yang berlangsung
Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan:
a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat
pengangkut;
b. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan ;
dan
c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di
tempat tujuan.
Hamdani, Seluk Beluk Perdagangan Ekspor-Impor,Yayasan
Bina Usaha Niaga Indonesia,Jakarta, 2003, hal 323. 17 Abdulkadir Muhammad,
HukumPengangkutan Niaga, Cetakan ke V, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal
42 18 Ibid, hal 423
Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan
satu kesatuan proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Selain itu,
pengangkutan juga dapat dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti
sempit karena hanya meliputi kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal
/pelabuhan /bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/ terminal/
pelabuhan/bandara tujuan.
Jadi, pengangkutan adalah kegiatan pemuatan penumpang
atau barang ke dalamalat pengangkut, pemindahan penumpang atau barang ke tempat
tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang
dari alat pengangkut di tempat tujuan yang disepakati.
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/
atau memindahkan penumpang dan/ atau barang dengan menggunakan kapal.
Menurut Hamdani yang dimaksud dengan angkutan muatan
laut adalah suatu usaha pelayaran yang bergerak dalam bidang jasa angkutan
muatan laut dan karenanya merupakan bidang usaha yang luas bidang kegiatannya
dan memegang peranan penting dalam usaha memajukan perdagangan dalam dan luar
negeri.
2.2 Kerangka berfikir
1. Sebelum pertumbuhan ekonomi karimun membaik
Jauh sebelum pulau karimun dimekarkan menjadi
kabupaten, pelabuhan tanjung balai karimun tidaj memberikan dampak yang begitu
signiftikan bagi pertumbuhan ekonomi karimu. Sehingga menjadikan semua
infrastruktur yang ada belum terfokus pada pelabuhan tersebut mengingat masih
banyak lagi hal yang harus di bangun dari pada mengurusi pelabuhan yang secara
nyata tidak berjalan baik akibat belum majunya pertumubhan di daratan. Oleh
karena itulah dahulu pelabuhan di karimun hanya menjadi tempat transit dan
bukan untuk melakukan aktivitas perdagangan seperti proses bongkar muat barang.
2. Sesudah pertumbuhan ekonomi karimun membaik
Setelah adanya regulasi baru dalam otonomi daerah,
kabupaten karimun resmi berdiri dengan memiliki seorang bupati yang pertama
bernama muhammad sani. Dengan pemimpin baru semua sektor maritim dikebut untuk
menunjang kebutuhan akan perekonomian kabupaten karimun. Pelabuhan bongkar muat
tanjung balai karimun menjadi sentral yang cukup diperhitungkan, dekat dengan
pusat kota dan daerah yang sedang berkembang yaitu kecamatan karimun membuat
pelabuhan ini belum di prioritaskan untuk di lakukan pemindahan atau
pengembangan guna memenuhi keadikan dalam pembangunan yang bersinergi. Semua
yang terjadi belum memiliki permasahan yang cukul serius, masih bisa ditangani.
Arus bongkar muat relatif stabil karena banyaknya permintaan dari kebutuhan
pertumbuhan ekonomi karimun. Namun dikemudian hari menjadi padat ketika pertumbuhan
ekonomi di berbagai sektor mulai maju menjadikan pelabuhan tanjung balai
karimun terdesak akan kebutuhannya dalam memenuhi permintan pasar.
3. Permasalah yang timbul
Pelabuhan tanjung balai karimun yang berukuran kecil
dari yang di harapkan mampu menaikan ekonomi karimun tidak mampu menampung
kapal dalam melakuman aktivitas bongkar muat barang. Menjadikan semua aktivitas
bongkar muat barang di bagi di beberapa tempat yang dalam proses pembangunan
pelabuhan bongkar muat barang.
Dihadapi arus laju pertumbuhan, aktivitas bongkar muat
harus di tunjang dengan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai,
kekurangan akan hak tersebut menjadikan permasalahan yang terus terjadi seiring
perkembangan dunia modern.
Dan juga terjadi kedesakan di lahan parkiran penumpang
pelabuhan domestik/internasional, menjadikan ini masalah baru dalam menata
lahan parkir sehingga truk yang melalui lahan tersebut menjadi lambat sehingga
aktivitas akan lumpuh total jika dibarengi dengan aktivitas manusia yang
terlalu banyak.
4. Solusi dalam menanganinya
Dalam permasalahan ini saya memberikan solusi yang
cenderung sama seperti pada umumnya, dimana pelabuhan bongkar muat barang
tanjung balai karimun sebaiknya dikembangkan lagi menjadi pelabuhan yang lebih
besar untuk mempersiapkan pertumbuhan yang lebih pesat, dan segala
infrastruktur lebih dikembangkan ke arah modern. Seperti penggusuran area taman
bunga menjadi tempat parkir truk atau sejenisnya dalam melayani aktivitas
bongkar muat barang.
Atau yang lebih baiknya lagi dipindahkan ke tempat
lain tetapi masih dalam lingkungan kecamatan karimun agar karimun masih stabil
dengan keadaan perekonomian sekarang. Namun solusi kedua ini memakan biaya yang
begitu besar sehingga mengorbankan semua yang ada, yang paling mencolok ialah aktivitas
bongkar muat di pelabuhan tanjung balai karimun akan terhenti sementara dan ini
semua akan menimbulkan masalah baru.
2.3 Pertanyaan Evaluasi
1. Bagaimana perkembangan pelabuhan bongkar muat
barang di pelabuhan tanjung balai karimun dari segi perekonomian daerah karimun
?
2. Apa dampak jika pelabuhan bongkar muat barang
tanjung balai karimun tidak dikembangkan ?
3. Apa dampak positif jika pelabuhan bongkar muat
barang di perbaiki dan di pindahkan ?
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Evaluasi
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian
evaluasi dengan menggunakan metode studi kasus (case studies). Studi kasus
bertujuan untuk; (1) menghasilkan deskripsi detail dari suatu fenomena; (2)
mengembangkan penjelasan-penjelasan yang dapat diberikan dari studi kasus itu;
dan (3) mengevaluasi fenomena-fenomena (D. Gall & P. Gall, 2003:439). Studi
kasus sering digunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil seperti
keluarga, klub sekolah dan kelompok remaja atau “gang” (Jacobs, Razavieh,
1999:416-417). Sedangkan Robert Stake mengemukakan, bahwa sebagai suatu bentuk
penelitian, studi kasus diartikan dengan perhatian dalam kasus perorangan bukan
dengan metode dari inquari yang digunakan (D. Gall & P. Gall, 2003:435).
Beberapa referensi menunjukkan bahwa studi kasus merupakan bagian dari
penelitian kualitatif. Metode kualitatif dimaksudkan agar dapat diperoleh
pemahaman dan penafsiran yang relatif mendalam tentang makna dari fenomena yang
ada di lapangan. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh (Moleong, 2000:3),
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
3.2 Tempat dan Waktu Evaluasi
Penelitian ini dilaksanakan di pelabuhan bongkar muat
di kecamatan balai kabupaten karimun. Alasan penentuan pelabuhan ini adalah
karena pelabuhan tersebut ini sudah jauh dari standarisasi dalam pengoperasian
bongkar muat barang dan harus segera di pindahkan ke tempat yang lebih
strategis secara geografis, efisien, atau di kembangkan lagi pelabuhan
tersebut.
3.3 Desain Evaluasi
Model riset evaluasi yang digunakan yaitu Stake’s
Countenance Modelyang dikembangkan oleh Robert E. Steke. Evaluasi model ini
terdiri dari tiga tahapan/pase yaitu; masukan (antecedents),
proses(transactions), dan hasil (outcomes). Setiap tahapan dibagi menjadi dua
tahapan yaitu deskripsi (description) dan keputusan/penilaian (judgment), Model
Stake ini berorientasi pada pengambilan keputusan (decisionoriented) dan teknik
pengambilan keputusan aktualitas pada setiap tahap evaluasi atau aspek dengan
cara melakukan pengukuran pada setiap fokus evaluasi yang dirangkum dalam
matrik yang diadaptasikan dalam caseorder effect matrix(Sabarguna, 2005:27).
3.4 Teknik Pengambilan Sampel/informan
Untuk keperluan penelitian ini, pemilihan informan
dilakukan secara purposif, yaitu berdasarkan maksud dan tujuan penelitian.
Kriteria pemilihan informan ialah semua orang yang ada dalam proses kegiatan
bongkar muat barang di pelabuhan tanjung balai karimun. Diantarnya porter,
petugas lapangan perindo dan nahkoda kapal yang sedang bersandar.
3.5 Standar Evaluasi
Berdasarkan rumusan Joint Committee dalam rumusan
penetapan standar evaluasi dibagi dalam empat kategori. Standar evaluasi dimaksud.
Berkaitan dengan penelitian ini, adalah:Pertama, kemanfaatan (utility) yang
merujuk kepada klien dan audiens yang akan memanfaatkan hasil evalusi program
ini secara jelas sebagaimana yang tertuang pada bagian pendahuluan ; kedua,
kelayakan (feasibility) yang mengacu pada standar prosedur praktis evaluasi dan
independensi yang tidak berdampak negatif pada pelaksanaan proses bongkar muat
barang di pelabuhan bongkar muat barang di karimun seperti terganggunya alur
lalu lintas di daerah balai, terganggunya
dan sebagainya; Ketiga, kesesuaian (propriaty) merujuk bahwa evaluasi
dilakukan secara sah, beretika, jujur, lengkap, dan mendukung kepentingan semua
pihak yang telibat dalam evaluasi; dan keempat, Ketelitian/ketepatan(accuracy)
merujuk kepada keahlian dan keandalan instrumen, analisis data, penggunaan oftware
analisis kualitatif CDC EZ-Text dan informasi serta penetapan keputusan pada
setiap tahapan evaluasi.
Kriteria-kriteria standar tersebut merupakan ukuran
atau patokan standar objektif. Selanjutnya hasil evaluasi atau intensitas
objektif dari lapangan dibandingkan dengan standar objektif yang telah
ditetapkan. Teknik pengambilan keputusan aktualitas pada setiap tahapan
evaluasi atau aspek dilakukan dengan cara melakukan pengukuran pada setiap
fokus evalusi yang dirangkum dalam matrik yang diadaptasikan dalam case-order
effect matrix (Sabarguna, 2005:27). Model matrik khususcase-orderini memiliki
karakteristik yang khas yaitu menampilkan adanya efek-efek perbandingan antara
standar objektif berupa kriteria-kriteria standar normatif yang telah
ditetapkan sebelumnya dibandingkan dengan intensitas objektif yaitu berupa
hasil rekaman nyata di lapangan.
Perbandingan tersebut akan menghasilkan efek
kesimpulan yaitu berupa aktualitas keputusan pada setiap kasus yang diambil.
Sejalan dengan hal tersebut Stake menyatakan bahwa dalam setiap tahap evaluasi
ada data deskriptif yang mencocokkan antara intents dengan observasi sedangkan
penilaian (judgment) membandingkan secara absolut antaradata deskriptif dari
setiap tahap dengan standar (Stake, 2006:6). Aktualitas keputusan per kasus
yang dievaluasi ditetapkan dengan menggunakan tiga pilihan yaitu tinggi (high),
moderat (moderate), dan rendah (low) (Issac and Michael, 1983:22). Kemudian,
pada setiap tahapan evaluasi akan menghasilkan sejumlah rekomendasi akhir yang
diajukan untuk perbaikan perencanaan pelabuhan bongkar muat barang yang lebih
fleksibel, efisien secara komersial.
3.6 Instrument Penelitian
Dalam setiap penelitian, instrumen merupakan sesuatu
yang mempunyai kedudukan sangat penting, karena instrumen akan menentukan kualitas
data yang dikumpulkan. Semakin tinggi kualitas instrumen, semakin tinggi pula
hasil evaluasinya (Arikunto dan Jabar, 2008:92). Dengan demikian kualitas suatu
penelitian/evaluasi ditentukan oleh paling tidak empat kriteria berikut ini:
1.Sahih (valid), yaitu mengukur apa yang semestinya
diukur (measure what it should measure).
2.Keterandalan (reliable), yaitu instrumen tersebut
bisa digunakan kapanpun dengan hasil yang kurang lebih sama.
3.Practicable, yaitu instrumen tersebut mudah
digunakan, mudah dimengerti, praktis, dan tidak rumit.
4.Ekonomis, yaitu instrumen tersebut tidak banyak membuang
uang, waktu, dan tenaga dalam penyusunannya.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa terdapat tiga
jenis metode/teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian evaluasi
ini, diantaranya adalah analisis dokumen, angket (kuesioner), dan wawancara. Untuk
memberikan arah/pedoman terhadap hal-hal yang dievaluasi, peneliti terlebih
dahulu menentukan komponen yangdievaluasi. Indikator yang dikembangkan
berdasarkan komponen yang dievaluasi tersebut berasal, sumber diperolehnya
data, metode/teknik pengumpulan data, serta instrumen yang dipakai. Selanjutnya
berdasarkan komponen/indikator yang dievaluasi itulah, instrumen-instrumen
penelitian di atas dirancang dan digunakan.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Arikunto dan Jabar (2008:89) dengan tegas mengatakan
bahwa evaluasi program adalah penelitian, maka metode pengumpulan data yang
digunakan dalam evaluasi program sama dengan metode pengumpulan data dalam
penelitian. Dengan demikian, untuk memperoleh data yang menunjang penelitian
evaluasi ini peneliti menggunakan beberapa metode/teknik pengumpulan data
seperti analisis dokumen, angket (kuesioner), dan wawancara. Peneliti
menggunakan angket (kuesioner) untuk mengumpulkan data primer, sedangkan
analisis dokumen dan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung dan
sekaligus melakukan triangulasi data.
3.8 Teknik analisa data
Penelitian evaluatif umumnya bertujuan untuk
memberikan rekomendasi kepada pihak penyelenggara program. Rekomendasi tersebut
tentu saja berlandaskan pada data atau informasi yang diperoleh dari lapangan
baik yang berasal dari tempat (place), orang (person), ataupun dokumen (paper).
Informasi atau data tersebut selanjutnya diberikan perlakuan atau yang lebih
dikenal dengan istilah pengolahan data. Arikunto dan Jabar (2008:128)
mengatakan bahwa mengolah data adalah suatu proses mengubah wujud data yang
diperoleh, biasanya masih termuat di dalam instrumen atau catatan-catatan yang
dibuat peneliti (evaluator), menjadi sebuah sajian data yang dapat disimpulkan
dan dimaknai. Seperti dijelaskan dalam instrumen penelitian, data atau
informasi yang diperoleh dalam penelitian evaluasi ini berasal dari tiga sumber
yakni: 1) dokumen yang merupakan syarat administrasi dari suatu program, 2)
angket (kuesioner) yang disebarkan kepada kedua narasumber (petugas lapangan
dan porter), dan3) wawancara terhadap ketiga narasumber tersebut. Selanjutnya,
Arikunto dan Jabar (2008:130) menyebutkan data mentah yang diperoleh dari
proses pengumpulan data sifatnya bervariasi:
a. Data yang diperoleh dengan menggunakan dokumen
berupa angka-angka atau simbol-simbol yang menunjuk peringkat kondisi objek
yang ditelaah.
b. Data yang diperoleh dengan menggunakan angket
(kuesioner) maka data yang diperoleh berupa centangan atau tanda checklist (Ö)
pada pilihan-pilihan, lingkaran-lingkaran pada angka atau huruf/kata yang
disediakan dalam instrumen, atau kalimat-kalimat jawaban yang sifatnya
kualitatif.
c. Data yang diperoleh dengan wawancara, wujud data
yang diperoleh berbentuk centangan, lingkaran, dan kalimat jawaban yang
diberikan olehresponden (interviewee) dan dicatat oleh petugas pengumpul data
atau peneliti/evaluator. Data-data mentah di atas berikutnya disajikan/diolah
untuk memudahkan pemaknaan/penafsiran terhadap data itu sendiri sehingga proses
analisisnya menjadi lebih reliabel dan valid. Penyajian/pengolahan data mentah
tersebut dilakukan melalui dua tahapan (Arikunto dan Jabar,2008:129-130),
yaitu:
1. Tabulasi data Tabulasi merupakan proses menyajikan
data dalam bentuk tabel. Tabulasi merupakan coding sheet yang memudahkan
peneliti dalam mengolah dan menganalisis data yang diperoleh, baik secara
manual maupun menggunakan komputer. Tabulasi ini berisikan variabel-variabel
objek yang akan diteliti dan angka-angka sebagai simbolisasi (label) dari
kategori berdasarkan variabel-variabel yang diteliti. Dalam penelitian evaluasi
ini, peneliti mentabulasi data yang diperoleh melalui kuesioner, dimana
kuesioner yang disebarkan tersebut menekankan pada empat aspek (yakni: konteks,
masukan, proses, dan hasil) yang dijadikan acuan dalam mengevaluasi program
Intensive Course (IC) di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Dalam keempat aspek
tersebut terdapat beberapa komponen/variabel yang diteliti dan
komponen/variabel dari masing-masing aspek tersebut selanjutnya dirinci lagi
menjadi beberapa indikator. Untuk memudahkan pemaknaan/ penafsiran data,
peneliti memberikan kategori dan kode/label dalam bentuk nominal maupun ordinal
terhadap indikator-indikator tersebut. 2.Pengolahan/Analisis Data
Kegiatan menganalisis data merupakan kegiatan lanjutan
setelah data terkumpul dan ditabulasi. Dari pengolahan data, bisa didapatkan
keterangan/ informasi yang bermakna atas sekumpulan angka, simbol, atau
tanda-tanda yang didapatkan dari lapangan. Informasi tersebut akan
menggambarkan kondisi yang ingin diketahui tentang program pendidikan yang
dievaluasi. Berdasarkan informasi itulah evaluator akan memberikan
rekomendasi-rekomendasi kepada para pemegang kebijakan pendidikan yang terkait
maupunstakeholder(Arikunto dan Jabar, 2008:143).
I. pengecekan Keabsahan DataMenurut Moleong, kriteria
keabsahan dataada empat macam yaitu : (1) kepercayaan (kreadibility), (2)
keteralihan (tranferability), (3) kebergantungan (dependibility), (4) kepastian
(konfermability). Dalam penelitian evaluasi ini memakai 3 macam antara lain :
1. Kepercayaan (kreadibility) kreadibilitas data
dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan
sebenarnya. ada beberapa teknik untuk mencapai kreadibilitas ialah teknik :
teknik triangulasi, sumber, pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti
dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensim
2. Kebergantungan (depandibility)Kriteria ini
digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan
dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia
itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu,
pengetahuan. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggung
jawabkan melalui audit dipendability oleh ouditor independent oleh dosen
pembimbing.
3. Kepastian (konfermability)Kriteria ini digunakan
untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan
informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang
ada pada pelacakan audit.
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan pelabuhan merupakan suatu hal yang sangat
kompleks. Meskipun pemerintah telah dengan sangat baik menetapkan ketentuan pengelolaannya,
masalah masih tetap ada. Hal ini umumnya dikarenakan kurangnya modal untuk
mengembangkan pelabuhan yang ada. Sehingga menyebabkan kurang baiknya
kepengurusan pelabuhan, seperti buruknya fasilitas pelabuhan yang ada.
Prestasi pelabuhan di Indonesia juga tidak
membanggakan. Kita masih kalah jauh jika dibandingkan dengan negara – negara
asia tenggara lainnya seperti Singapura dan Malaysia. Oleh karena itu kita
perlu untuk mengejar ketertinggalan kita ini.
Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah
memperbaiki fasilitas dasar dari pelabuhan, yang selama ini selalu dikeluhkan.
Peran serta pemerintah sangat penting guna memastikan bahwa hal ini berjalan
sebagaimana mestinya.
Dengan adanya kesadaran mengenai hal ini, niscaya akan
tercipta pola pengembangan pelabuhan yang berkesinambungan, yang mampu untuk
memperbaiki kinerja pelabuhan di Indonesia. Namun sekali lagi kami tekankan,
tahap perncanaan dan tahap pengawasan merupakan factor yang sangat mempengaruhi
terwujudnya hal ini.
Tidak realistis memang mengharapkan Indonesia mampu
untuk bersaing dengan Singapura atau Malysia dalam hal kualitas pelabuhan. Akan
tetapi kita harus tetap optimis, pelabuhan di Indonesia suatu saat nanti akan
memilikiprestasi yang membanggakan.
3.2. Saran
Jadi pada dasarnya Indonesia telah memiliki jaringan
perhubungan yang cukup baik bila terurus dengan baik. Akan tetapi karena
pertumbuhan penduduk, keterbatasan anggaran untuk pengurusan, serta mobilitas
satuan-satuan ekonomi yang lebih cepat, tepat, selamat, maka sektor perhubungan
masih dianggap sektor yang harus terus dibenahi karena memegang peranan
strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pemerintah diharapkan memberi
prioritas penting pada sektor perhubungan khususnya perhubungan laut.
Daftar Pustaka
Berita Maritim. 2007. “Dukung Perdagangan – Perlu
Revutalisasi Pelabuhan” dalam http://www.beritamaritim.com, diakses 18 Maret
2011.
Humas Setda. Kabupaten Belitung. 2008. “Master Plan
Pelabuhan Tanjung Padan” dalam http://www.belitungkab.go.id, diakses 16 Maret
2011.
Investor Daily. 2011. “Ironi Pelabuhan di Negeri
Kepulauan” dalam http://www.investor.co.id, diakses 16 Maret 2011.
Kompas. 2008. “Transportasi Pelabuhan Indonesia” dalam
http://www.pksplipb.or.id, diakses 17 Maret 2011.
Menteri Perhubungan. 2002. Tatanan Kepelabuhan
Nasional – Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 TAHUN 2002.
No comments:
Post a Comment